Motif diartikan sebagai daya penggerak yang mendorong seseorang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Sardiman (1996:73), motif yang sudah aktif disebut motivasi.
Mengacu pada pendapat Travers (1996:423-433), motivasi merupakan proses yang tidak dapat diamati, tetapi bisa ditafsirkan melalui tindakan individu yang bertingkah laku, sehingga motivasi merupakan konstruksi jiwa. Kedudukan motivasi sejajar dengan isi jiwa sebagai cipta (kognisi), karsa (konasi), dan rasa (emosi) yang merupakan tridaya. Apabila cipta, karsa dan rasa yang melekat pada diri seseorang, dikombinasikan dengan motivasi, dapat menjadi catur daya atau empat dorongan kekuatan yang dapat mengarahkan individu mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan.
Mengacu pada pendapat Travers (1996:423-433), motivasi merupakan proses yang tidak dapat diamati, tetapi bisa ditafsirkan melalui tindakan individu yang bertingkah laku, sehingga motivasi merupakan konstruksi jiwa. Kedudukan motivasi sejajar dengan isi jiwa sebagai cipta (kognisi), karsa (konasi), dan rasa (emosi) yang merupakan tridaya. Apabila cipta, karsa dan rasa yang melekat pada diri seseorang, dikombinasikan dengan motivasi, dapat menjadi catur daya atau empat dorongan kekuatan yang dapat mengarahkan individu mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan.
Sedangkan Lawler (2004:1) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi penyebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan secara sadar, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan suatu kegiatan yang tidak disukainya. Kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan cenderung berlangsung tidak efektif dan tidak efisien.
Motivasi juga dapat dinilai sebagai suatu daya dorong (driving force) yang menyebabkan orang dapat berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Chauhan (1998:67) bahwa motivasi menunjuk pada gejala yang melibatkan dorongan perbuatan terhadap tujuan tertentu.
Para pakar sosial berpendapat bahwa ada dua komponen utama untuk menganalisis motivasi sebagai dasar tingkah laku individu, yaitu: (1) komponen internal, merupakan dorongan yang berdasarkan kebutuhan atau motif, dan (2) komponen tujuan yang ingin dicapai. Dengan tercapainya tujuan berarti telah terpenuhi kebutuhan individu. Komponen tujuan sifatnya eksternal yang berada di luar individu. Sehubungan dengan itu Maslow (1990:22) mengemukakan bahwa studi motivasi sebagian merupakan studi tentang tujuan, keinginan dan kebutuhan manusia.
Dalam suatu motif umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu; 1) unsur dorongan atau kebutuhan, atau disebut juga “proses tenaga” yang sifatnya internal dan 2) unsur tujuan, yang mengandung unsur pembelajaran atau pembiasaan sebagai pengaruh faktor eksternal. Proses interaksi timbal balik antara kedua unsur tersebut terjadi dalam diri individu, namun dapat dipengaruhi oleh sesuatu di luar diri manusia. Misalnya kondisi cuaca, kondisi lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu dapat saja terjadi perubahan motivasi pada diri seseorang dalam waktu singkat, jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau mungkin tidak terpenuhi.
Teori motivasi yang berhubungan dengan pertumbuhan atau pemenuhan berbagai kebutuhan dikembangkan oleh Maslow. Berdasarkan kebutuhan yang terkenal dalam operasionalnya dipaparkan motif-motif individu dalam berbagai tingkatan. Bila kebutuhan individu pada tingkat yang paling rendah terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan lain pada tingkat yang lebih tinggi segera timbul. Kebutuhan individu dimulai dari kebutuhan biologis yang dibawa sejak lahir sampai dengan kebutuhan psikologis yang kompleks.
Suatu motif akan menguasai tingkah laku seseorang bila motif yang berada di bawahnya sudah terpenuhi. Tingkah laku manusia mula-mula dikuasai oleh motif yang paling rendah, yaitu motif fisiologis seperti lapar, haus, seks dan sebagainya. Setelah motif dasar terpenuhi, motif di atasnya mulai menguasai sampai dengan motif yang paling tinggi. yaitu motif aktualisasi diri. Kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak dapat berfungsi lagi sebagai motivator, misalnya udara buat bernapas.
Menurut Maslow (1990:73-74), Motivasi adalah energi dalam diri seseorang yang ditandai oleh “feeling” dan didahului oleh tanggapan terhadap tujuan. Selanjutnya dikemukakan bahwa motivasi ini mengandung tiga elemen penting yaitu: (a) Motivasi mengawali perubahan energi pada diri setiap individu, karena menyangkut perubahan energi manusia, penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik; (b) Motivasi ditandai oleh adanya rasa/feeling, atau afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi ada hubungan dengan. kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia; (c) Motivasi akan terangsang karena adanya tujuan. Motivasi merupakan respon dari tujuan. Tujuan ini menyangkut kebutuhan.
Sejalan dengan itu Lawler (2004:3-6) mengatakan bahwa fungsi motivasi bagi manusia adalah; 1) motivasi sebagai motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar pada kendaraan, 2) motivasi merupakan pengatur dalam memilih alternatif di antara dua atau lebih kegiatan yang bertentangan. dengan memperkuat suatu motivasi akan memperlemah motivasi yang lain, oleh karena itu seorang akan melakukan satu aktivitas dan meninggalkan aktivitas yang lain, 3) motivasi merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas. Dengan kata lain setiap orang hanya akan memilih dan berusaha untuk mencapai tujuan pada sistem yang memberikan motivasi tinggi dan bukan mewujudkan tujuan pada sistem yang lemah motivasinya.
Seseorang melakukan aktivitas karena adanya suatu dorongan. Mengenai dorongan ini ada dua teori yang muncul yaitu; “biogenic theories dan “sosiogenic theories”. Biogenic theories menyangkut proses biologis seperti instink dan kebutuhan-kebutuhan; sedangkan “sosiogenic theories” menekankan adanya pengaruh kebudayaan/kehidupan masyarakat. Kedua teori ini menunjukkan bahwa seseorang melakukan aktivitas karena kebutuhan biologis, instink, unsur-unsur kejiwaan lainnya yang dipengaruhi perkembangan budaya manusia.
Hidup sejahtera yang merupakan pencerminan dari pemenuhan kebutuhan sesuai dengan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, adalah keinginan setiap orang. Usaha untuk mencapai kondisi tersebut antara lain dengan cara menjaga kesehatan, mengatur jumlah keluarga, dan menjaga lingkungan agar tetap serasi dan seimbang. Setiap individu apabila merasakan sesuatu manfaat bagi kesejahteraannya, akan berkembang menjadi suatu kebutuhan, maka pelaksanaannya adalah kesadaran pribadi masing-masing secara sukarela tanpa paksaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
McNeil (1994:192) mengemukakan bahwa analisis motivasi oleh ahli-ahli psikologi menggantungkan pada konsep kebutuhan (need) dan dorongan (drive). Walter (1998:146) mengartikan motivasi sebagai kebutuhan adalah sejalan dengan pandangan psikologi humanistik. Asumsi dasar dari psikologi humanistik adalah bahwa sebagian besar tingkah laku manusia bertujuan (purposeful). Kata “bertujuan” dimaksudkan bahwa sebagian besar tingkah laku manusia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan merupakan faktor pendorong adanya perbuatan. Kebutuhan merupakan motivasi seseorang untuk berbuat. Maslow yang dikenal sebagai bapak psikologi humanistik, dan bapak aktualisasi diri, mengemukakan bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh species, tidak berubah, dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan ini juga bersifat psikologis, bukan semata-semata fisiologis.
Para ahli psikologi berpendapat bahwa dalam diri seseorang ada sesuatu yang menentukan perilaku, yang bekerja dengan cara tertentu untuk mempengaruhi perilaku tersebut. Di antara para ahli ada yang menyebut penentu perilaku tersebut adalah kebutuhan (need), ada juga yang menyebut dengan istilah “motif” (motive) dan ada juga yang menggunakan kedua istilah tersebut secara bergantian. Istilah lain yang agak berbeda dan sering pula digunakan adalah motivasi (motivation). Motif dan motivasi merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan dan dibedakan, karena itu kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian dengan makna yang sama.
Sehubungan dengan uraian-uraian di atas, Nawawi membedakan dua bentuk motivasi yang meliputi: Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah pendorong perilaku yang bersumber dari dalam diri seseorang sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan, ataukah memungkinkan seseorang mampu mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang sifatnya positif di masa depan. Misalnya perilaku yang bekerja secara berdedikasi semata-mata karena merasa memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya secara maksimal, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskan pekerja melaksanakan perilaku secara maksimal karena adanya pujian, hukuman, aturan dan sebagainya.
Manusia itu berbeda satu sama lainnya tidak hanya dengan kemampuan melakukan sesuatu (Ability to do) tetapi juga berbeda dengan kemauan untuk melakukan sesuatu (will to do), kemauan atau dorongan untuk melakukan sesuatu disebut motivasi.
Hoy dan Miskell seperti dikutip oleh Wahyusumidjo (1995:77), mengatakan bahwa: Motivasi sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu, mempertahankan kegiatan ke arah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. dengan kata lain motivasi sangat mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Dengan demikian motivasi ialah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Motivasi merupakan penggerak dalam diri manusia untuk berbuat serta memberikan arah kepada perbuatan tersebut. Produktivitas seseorang dalam suatu lembaga sebagian besar ditentukan oleh motivasi orang untuk menghasilkan sesuatu. Motivasi merupakan keadaan psikologis yang manifestasinya dapat diketahui melalui tingkah laku. Seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan gigih kalau dia mempunyai motivasi yang sangat kuat. Sebaliknya seseorang mungkin akan meninggalkan tugas atau kurang bergairah melakukan pekerjaan kalau ia tidak mempunyai motivasi untuk melakukannya. Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan seseorang di samping memerlukan kecakapan pribadi, juga memerlukan motivasi agar pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang dominan bagi seseorang dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan baik oleh orang yang bermotivasi kuat walaupun kecakapannya sedang-sedang saja. Sebaliknya orang yang berkecakapan tinggi tetapi tidak mempunyai motivasi yang memadai mungkin tak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik. Makin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan makin tinggi pula kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Konsep lain yang berkaitan dengan motivasi adalah konsep “needs” atau kebutuhan, dan “incentive” atau rangsangan. Menurut Hersey Blanchard istilah motif dan “need” dapat digunakan secara bergantian (inter-changeably).
Kebutuhan manusia dapat pula dibagi atas dua macam yaitu; kebutuhan yang disadari (conscious needs) dan kebutuhan yang tidak disadari (unconscious needs). Keduanya tidak dapat dipisahkan secara mutlak. Kebutuhan yang satu dengan yang lainnya selalu berkaitan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Peranan kebutuhan sebagai penggerak tingkah laku dikemukakan oleh Caprio (11994:192) sebagai berikut “Needs may live considered the sours of behavior, active forces instruct guide going”.
Motivasi seseorang cenderung berkurang kekuatannya apabila kebutuhan sudah dipenuhi atau apabila kebutuhan itu tak dapat dipenuhi (blocked). Kalau kebutuhan mengenai sesuatu telah terpenuhi, maka berkurang keinginannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan ia lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan yang lain yang lebih tinggi tingkatannya.
Menurut Lewin’s Field Theory (Holl together with Linsey 1997:228) bahwa nilai suatu lingkungan akan mempengaruhi tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Teori ini membagi nilai tersebut atas dua macam yaitu; (a Region of positive value), yaitu seseorang berusaha untuk memperoleh sesuatu, apabila yang diinginkan telah diperoleh maka hal itu akan mengurangi keinginan yang terjadi pada dirinya, seperti keinginan memperoleh makanan bagi orang yang sedang lapar, (2) a percentage of negative value), yaitu; seseorang berusaha untuk menjauhi sesuatu, dan kalau hal itu terjadi akan menimbulkan keterangan pada dirinya, seperti menjauhi anjing bagi orang yang takut anjing.
Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Oregon menunjukkan bahwa imbalan yang bersifat intrinsik (intrinsic reward) lebih berpengaruh untuk memotivasi guru-guru daripada imbalan yang bersifat ekstrinsik (extrinsic reward). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa imbalan yang bersifat intrinsik lebih sering digunakan terhadap guru-guru yang mengajar murid-murid mempunyai prestasi yang lebih tinggi, sedangkan imbalan yang bersifat ekstrinsik lebih sering digunakan untuk guru-guru yang mengajar pada sekolah yang murid-muridnya mempunyai prestasi rendah. (ERIC Digest:1992) .
Tokoh terkemuka yang telah banyak memberikan sumbangan terhadap perumusan motivasi adalah Maslow. Dia telah berhasil menyusun klasifikasi tingkat kebutuhan manusia. Tingkat kebutuhan manusia itu menurut Maslow meliputi: (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs), (2) kebutuhan akan rasa aman (safety or security needs), (3) kebutuhan sosial (social needs), (4) kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs), dan (5) kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).
Menurut Maslow apabila kebutuhan tingkat bawah secara relatif telah terpenuhi maka akan timbul keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi. Sehubungan dengan teori yang dikemukakan tersebut, pimpinan yang bijaksana akan berusaha untuk memperhatikan kebutuhan bawahannya. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut diduga akan merangsang guru-guru bekerja lebih efektif dan lebih efisien.
Teori Maslow telah memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam memperhatikan kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah para pekerja yang sebelumnya mungkin diabaikan pada suatu organisasi. Di lain pihak teori Maslow ini juga mengandung beberapa kelemahan atau kekurangan. Udai Parek (1984:111) menjelaskan bahwa tidak ada dalam organisasi manapun kebutuhan yang lebih tinggi muncul menunggu dipenuhi kebutuhan yang lebih tinggi muncul menunggu dipenuhi kebutuhan tingkat yang lebih rendah.
Kritikan-kritikan yang dikemukakan terhadap teori Maslow antara lain: (1) sulit dibuktikan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia mengikuti suatu hirarki (2) terdapat hubungan yang berbeda-beda pada tiap individu, (3) timbulnya kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi bukan semata-mata disebabkan terpenuhinya kebutuhan tingkat yang lebih rendah, dan (4) kebutuhan-kebutuhan ini elastis sifatnya dan sulit diketahui seberapa banyak dapat dikatakan suatu kebutuhan itu sudah cukup atau sudah memuaskan. Sungguhpun terdapat beberapa kelemahan pada teori Maslow, tetapi teori tersebut sangat bermanfaat dalam menjelaskan mekanisme motivasi dalam organisasi.
Pengertian motivasi telah banyak dikemukakan, antara lain oleh Thompson (2001:7) bahwa motivasi adalah besarnya keinginan seseorang untuk mencapai prestasi. Jika keinginan seseorang untuk mendapatkan prestasi yang tinggi, maka motivasinya juga akan tinggi, demikian pula sebaliknya. Fuoss dan Troppmann mengemukakan definisi motivasi sebagai suatu respon secara langsung terhadap penurunan suatu kebutuhan. Selanjutnya Singer (1995:407) mendefinisikan motivasi sebagai dorongan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian di atas, maka segala tindakan serta tingkah laku manusia didorong oleh sesuatu kekuatan yang disebut dengan motivasi atau dengan kata lain bahwa motivasi manusia merupakan latar belakang yang melandasi kelakuan manusia untuk mencapai tujuan. Olehnya itu, pengetahuan mengenai motivasi manusia memberikan jawaban terhadap pertanyaan terhadap mengapa seseorang melakukan suatu tindakan maupun tidak bertindak terhadap berbagai situasi.
Motivasi dapat dikelompokkan berdasarkan sumbernya. Menurut Fouss dan Troppmann (190) mengemukakan bahwa sumber motivasi berasal dari luar (ekstrinsik) dan dari dalam (intrinsik). Motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri individu sehingga seseorang ikut berpartisipasi. Kuat lemahnya motivasi ekstrinsik tergantung pada besarnya nilai penguat dari waktu ke waktu, sedangkan motivasi intrinsik adalah dari dalam yang menyebabkan seseorang ikut berpartisipasi. Seseorang yang memilih motivasi intrinsik akan lebih tekun, bekerja keras, teratur dan disiplin dalam menjalankan tugas serta tidak menggantungkan dirinya pada orang lain. Motivasi intrinsik bersifat khusus dan diartikan sebagai motif.
Motif merupakan faktor internal yang membangun, mengarahkan dan mengintegrasikan tingkah laku seseorang. Pada diri tiap-tiap manusia ada motif tertentu yang mendorong untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Motif didorong suatu kebutuhan dan keinginan memenuhinya. Perbedaan pengertian antara motif dan motivasi dikemukakan oleh Martens (1992:18) mengemukakan bahwa motif adalah sumber pendorong dan penggerak perbuatan manusia, sedangkan motivasi adalah proses aktualisasi dari sumber penggerak dan pendorong (motif) tersebut.
Mengamati tugas dan peran serta pengertian motivasi di atas, maka tidak mengherankan bila seseorang pegawai juga didasari oleh beberapa motivasi tertentu. Menurut Pate, McClenaghan dan Rotella (1993:23), sebagian orang aktif mencari karier dalam pegawai karena kekuasaan yang dimiliki, sebagian lagi karena status, kesenangan membantu kebutuhan pegawai menolong memperbaiki pegawai secara terus-menerus, prestise, ingin dikenal.
Di samping itu,Harsono (1998:2) mengemukakan bahwa motivasi seseorang memilih karier sebagai pegawai karena ingin mengamalkan pengetahuan dan keterampilannya, senang menolong pegawai, memperoleh kepuasan, serta memperoleh condition dan pengakuan di masyarakat. Apapun motivasinya seorang pegawai tidak boleh memandang tugasnya sebagai tugas yang ringan tetapi benar-benar menjadi pegawai yang baik. Jauh lebih luas dan lebih kompleks dari pada sekedar pegawai di kantor saja.
Selanjutnya, Rushall dalam Pyke (2001:152-155) mengemukakan ciri-ciri umum yang dapat dijadikan sumber motivasi pegawai antara lain: Prestasi yang telah dicapai, penghargaan yang diraih, tanggungjawab yang dibebankan, promosi yang diharapkan, kemajuan yang dicapai serta pekerjaan yang dapat dilakukan sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka motivasi kerja guru adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas sebagai guru yang dilaksanakan secara sistematis, berulang-ulang, kontinyu dan progresif untuk mencapai tujuan. Konstruk variabel ini yang dikembangkan mempunyai indikator adalah dimensi instriksik dan ekstrinsik. Indikator dari dimensi instrinsik adalah kesadaran, kebutuhan dan harapan. Indikator dari dimensi ekstrinsik adalah pujian, hukuman dan aturan.
Literatur:
Abraham H. Maslow, 1990, Motivation together with Personality, New York: Parper together with Row Publisher.
Calvin S. Holl together with Garden Linsey, 1997, Theory of Personality, New York: Jhon Willey & Sons Inc.
ERIC Digest, Clearing House of Educational Management: Teacher Motivation, Research Action, Brief Number 13, Eugene, Oregon, University of Oregon, 1990, Number 60, Oct 1992.
Donald E. Fouss dan Robert J. Troppmann, 1991, Effective Coaching: Influenza A virus subtype H5N1 Psychological Approach, New York: John Wiley & Sons
Elton B. McNeil, 1994, The Psychology of Being Human, San Francisco: Canfield Press.
Edward E. Lawler, 2004, Motivation inwards Work Organizations, San Francisco: Josse-Bass
Frank S. Pyke, 2001, Better Coaching Advanced Coach’s Manual, Australia: Australian Sports Commission
Frank G. Goble, 1997, Psikologi Humanistik, Terjemahan A. Supratiknyo, Yogyakarta: Kanisius
Harsono, 1998, Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching, Jakarta: Tambak Kusuma
Nicholas S. Di Caprio, 1994, Personality Theories Guide to Living, Philadhelphia: W. B. Saunders Company
Paul Hersey & Kenneth H. Blanchard, 1998, Management of Organizational Behavior, New Delhi: Prentice-Hall of India, Private Limited.
Peter JL. Thompson, 2001, Introduction to Coaching Theory, England: International Amateur Athletic Federation
Robert M. W. Travers, 1996, Essentials of Learning The New Cognitive Learning for Students of Education, New York: Macmillan, Co., Inc.
Robert N. Singer, 1995, Motor Learning Human Performance, New York: Macmillan Publishing Co. In.
Rainer Martens, 1992, Coaches Guide to Sport Psychology, New York: Human Kinetics Publisher. Inc
Russel R. Pate, Bruce McClenaghan dan Robert Rotella, 1993, Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan, terjemahan Kasiyo Dwi Jowinoto, Semarang: IKIP Semarang Press
Sardiman A.M., 1996, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali
S. S. Chauhan, 1998, Advanced Educational Psychology, New Delhi: Vikkas Publishing House, Ltd
Walter B. Kolesni, 1998, Motivation: Understanding together with Influencing Human Behavior, Boston: Allyn together with Bacon Inc.,
Wahjosumidjo, 1995, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Republic of Indonesia
Udai Parek, 1984, Perilaku Organisasi, terjemahan Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Management, Jakarta: Migas Surya dan Grafindo
0 Comments
Post a Comment